Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Pages

Kamis, 05 Mei 2016

El'Diablo


Sesuatu dilarang karena ada sebabnya. Maka berhentilah bersikap penasaran karena akhirnya aku janjikan, hal itu dapat mendatangkan sesuatu yang buruk. Pesan ini akan ku teruskan, agar semua orang mengerti kenapa. Dulu aku memang orang yang tidak terlalu percaya dengan yang namanya mitos, legenda, cerita rakyat dan semacamnya. Bagiku hal seperti itu tidak logis, dan memang hanya karangan orang gila yang ingin menanamkan suatu yang tidak penting ke otak kita. Tapi semua itu berubah ketika aku melihat sendiri. Sesuatu yang tidak kupercaya. Itu nyata.

Desember hampir menemui ajalnya. Namun musim dingin belum mau lepas meninggalkan Kota Toledo tempat ku tinggal. Jelang liburan malam itu, tengah ku habiskan dengan bercakap dengan pacarku Diego. Tidak secara langsung, karena kami terpaut jarak. Ya Diego tinggal di kota ibu kota, Madrid. Untuk menghemat waktu dan uang, jadi kami sering melakukan percakapan melalui webcam. Sabtu malam itu aku sibuk memakai bedak terbaik, merapikan rambut dan memakai pakaian yang ku rasa terlihat sempurna. Setelah siap aku pergi ke depan layar komputer, menyalakan webcam untuk berjumpa dengannya.

Sesosok wajah pria berhidung bangir muncul di layar. Rambut pirangnya yang keriting, keluar sedikit dari topi hip-hop merah yang dipakainya. tak butuh waktu lama sampai ia mulai tersenyum dan menggodaku.

Diego adalah seorang yang aktif di youtube tepatnya fokus dalam dunia game. Hampir setiap minggu ia meng-upload video. Dan kemarin ia memberitahuku kalau hari ini akan membuat video lain. Memang bukan kencan seperti ini yang aku harapkan. Tapi lelaki itu bilang akan menarik jika nanti di videonya dia memamerkan aku sebagai pacarnya. Dia mengistilahkannya akan jadi sesuatu yang increible—dalam bahasa spanyol yang berarti luar biasa. Sebenarnya aku sudah bilang pada Diego kalau aku tak ingin terlibat dengan pekerjaan video yang dia buat, tapi kali ini ia dengan gombalan-nya berhasil membuatku melakukan ini. Meski alasannya klise—sebagai kado natal untuknya.

“Jadi video apa yang ingin kau buat ? lebih baik kita cepat selesaikan.”

“Tepat ! Lora kau pasti tidak sabar untuk berkencan denganku bukan ? oke, aku akan membuat video tentang game ini,” Diego kemudian memutar sedikit monitor ke arah kamera, menunjukkannya padaku. Tampilan halaman web berlatar serba hitam, dan tulisan eldiablo.es berwarna merah terpampang besar dibagian tengah.

“Game horor berbasis web page, yang sedang ramai dibicarakan, oh dengarlah ini Lora suara backsound-nya,” Diego mendekatkan mic ke speaker disamping monitor. Aku dapat mendengar lantunan nada tinggi piano yang cepat dan melengking. Cukup menyalurkan kengerian dari sana.

“Percaya atau tidak, menurut cerita yang kudengar, orang yang kalah dalam permainan ini...” Diego mendekatkan wajahnya ke depan webcam lalu melanjutkan kata-katanya dengan suara yang dibuat serak dan berat agar terdengar seram, “akan mati....”

Aku menertawainya, tentu saja tak percaya dengan omong kosong itu, “Lagi-lagi orang percaya dengan mitos bodoh, mana ada game yang bisa membunuh pemainnya.”

“Aku juga tidak percaya, lagi pula aku melakukan ini hanya supaya subscribers ku semakin banyak,” jelas Diego yang sekarang sibuk menggerak-gerakan mouse, “tapi anehnya menurut rumor yang ku dengar, eldiablo hanya bisa diakses dari negara ini, lebih misterius lagi dia hanya bisa terbuka setelah pukul sepuluh hinggal dua belas malam.”

“Hey-hey Lora lihat, ternyata ada beberapa aturan disini.”

“Pemain harus bermain sendiri, pastikan tempat dalam keadaan gelap, hidupkan webcam anda—”
Aku mendengus ke arah lelaki itu, “Pasti aturan itu hanya untuk menakut-nakuti saja.”

Diego tidak menghiraukanku, ia melanjutkan membaca peraturan selanjutnya, “Pemain yang meninggalkan ruangan akan dinyatakan kalah, dan...hey aturan terakhir ini malah lebih aneh Lora.”

Aku menatap tampilan di layar monitor Diego perlahan bergerak turun, menampilkan tulisan yang membuat mataku membulat heran.

“Goreskan bukti darah ke layar monitor ? apa maksudnya mungkin masukkan golongan darah mu ?”

“Tidak mungkin Lora, disini jelas perintahnya untuk menggoreskan darah, sebentar biar ku coba.”

“Kau benar-benar gila jika menuruti peraturan yang sudah jelas membodohi ini.”

Namun Diego menghilang dari layar, sepertinya ia pergi mengambil sesuatu. Aku sebenarnya tidak percaya dengan permainan ini, buang-buang waktu saja. Tak lama Diego datang muncul kembali. Lalu menunjukkan ujung jempolnya yang mengeluarkan sepercik darah.

“Baik, kita lihat apa ini berhasil,”  lelaki itu kemudian menggiring jempolnya ke layar monitor dan menempelkan sejenak. Noda darah mengotori layar. Aku menatap monitor itu, tak ada yang berubah. Tentu saja Diego terlalu bodoh karena mengaggap serius hal seperti ini.

“Lihat, ini semua hanya omong kosong Diego,” teriakku kesal.

“Ah mungkin karena aku belum mematikan lampunya,” ia kemudian berdiri kembali. Tak lama gambar dilayar monitorku menjadi gelap, sampai Diego menghidupkan nightmode yang ada di kameranya. Wajah Diego jadi terlihat putih, matanya berkilat seperti mata kucing. Begitu lelaki bertopi itu duduk, ia terperanjat sekejap. Mulutnya terbuka beberapa saat, bahkan sepertinya ia tidak menghiraukan panggilanku. Diego menggeleng cepat, lalu bergerak menunjukkan sesuatu dilayar monitornya.

Aku pun ikut tersentak begitu melihat layar monitor Diego, noda darah yang tadi menempel disana telah lenyap. Dan itu benar-benar lenyap, tanpa sisa sedikitpun. Dengan kesal ku coba berteriak pada lelaki itu.

“Pasti itu kau kan yang melakukannya ? kau ingin menakut-nakuti aku ya Migo ?”
“Aku bersumpah tidak melakukannya, bagaimana mungkin aku melakukan hal itu disaat yang bersamaan aku juga mematikan lampu yang berjarak lima kaki dari tempat ku duduk Lora ?”

Aku baru akan membuka mulut, namun dia langsung memotong dengan nada suara tak sabar.

“Lora lihat,” layar monitor ku pun bergerak mengikuti apa yang ingin pacarku tunjukkan.

Layar monitor menunjukkan tulisan stage 1, tanda permainan telah dimulai. Tapi hal yang membuat jantungku berdebar lebih cepat adalah tulisan yang berada di pojok kanan atas layar yang bertuliskan nama pemain. Tertulis Diego Da Santos, nama asli pacarku. Bagaimana mungkin disana bisa langsung tertulis nama asli Diego padahal sejak awal tadi aku tidak melihat Diego mengisi form nama atau membuat akun dan semacamnya. Jadi seharusnya mustahil nama Diego bisa muncul secara tiba-tiba disana, ini bukan kebetulan. Aku memandangi sudut layar lain, di ujung kiri sebuah tengkorak yang menganga yang mengerikan muncul. Dibagian dalam mulutnya terlihat waktu countdown bertuliskan dead clock—jam kematian yang semakin berkurang. Dan sepertinya hitung mundur akan habis tepat pukul dua belas nanti. Diego masih memiliki banyak waktu. jam itu akan habis tepat pukul dua belas malam.

Diego berteriak semangat, sambil mengangguk-anggukan kepalanya, “Baiklah Lora, kita mulai permainan ini.”

“Hentikan Migo, perasaanku tidak enak,”

“Oh ayolah Lora, kau sendiri yang bilang bukan kalau ini hanya permainan bodoh ? lagipula jika aku tidak menyelesaiakan permainan ini sampai waktu berakhir maka harusnya aku akan mati.”

“Mungkin ada kesempatan kalau kau berhenti sekarang.”

Diego mengangkat telunjuk ke depan bibirnya sambil berdesis pelan, “Tenanglah Lora, aku akan baik-baik saja.”

Antara perasaaan khawatir dan takut, saat itu aku hanya bisa menganggukkan kepala sekali. Lalu mulai menatap wajah Diego yang sudah sibuk berkutat dengan layar monitor di hadapannya. Kami tidak banyak bicara setelah itu, aku berusaha ingin membantu tapi Diego melarang karena pada peraturannya, pemain hanya satu orang. Artinya tidak boleh ada bantuan, apapun bentuknya. Lelaki bertopi itu, sesekali menutup mulutnya, menarik nafas dalam-dalam lalu kembali bergerak mengetikkan sesuatu.

Dari layar monitor aku bisa tahu kalau game ini sesederhana menyusun kata. Seperti menyusun anagram, kau harus bisa menyusun beberapa kata lain dari sebuah kata yang ditentukan. Tampilan monitor hanya memperlihatkan tokoh game yang pixelate sehingga tidak terlalu jelas. Yang dapat ku lihat adalah berupa seorang wanita, dengan pakaian gaun hitam panjang yang membawa sebuah benda berbentuk bulat—yang entah apa itu bola atau apa—dengan kedua tangannya. Tugas pemain adalah mengantar wanita itu ke sebuah rumah, dengan cara membuat anagram dari kata yang ditentukan.  Semakin pemain berhasil menemukan kata-kata yang dimaksud maka wanita itu akan bergerak semakin dekat ke rumah. Hanya sesimpel itu.

Sampai dibeberapa stage kemudian Diego mengeluh kalau dirumahnya ada hal yang tidak beres. Kadang-kadang beberapa benda terjatuh, dan kini ia berbisik kalau seperti ada seseorang yang tengah memperhatikannya. Tapi sejauh ini ia nampak percaya diri dalam menyelesaikan permainan. Semua baik-baik saja, hingga ketika Diego kehilangan nyawa ketiganya. Tiba-tiba dilayar komputer Diego muncul sebuah rekaman video live. Mataku membelalak, jantungku berdebar semakin cepat saat menyadari video itu merekam halaman depan rumah Diego.

“Sial bagaimana bisa dia mengetahui rumahku !” teriak Diego panik.

Ia hampir meninggalkan tempat duduk, aku ingat dalam peraturan kalau tidak diizinkan keluar dari ruangan. Cepat-cepat aku teriak mengingatkan Diego, namun terlambat. Lelaki itu telah terlanjur pergi keluar. Seperti ada hawa dingin yang menghampiri kepalaku, dengan gelisah aku berusaha tenang. Menatap layar yang menampilkan kursi kosong.

Tak lama Diego kembali. Wajahnya sepucat purnama, beberapa saat ia berjalan mondar-mandir sambil memegangi kepala. Aku menghembuskan nafas lega, setidaknya ia kembali tak kurang apapun.

“Bagaimana? Apa kau menemukan yang merekam video itu ?” tanyaku yang dalam hati ingin mendengar jawaban kalau semua ini hanya lelucon. Tapi Diego tidak nampak sedang bercanda.

“Tidak ada siapapun,” ujarnya dengan nada resah, “tapi pintu rumahku terkunci.”

“Terkunci ? bagaimana bisa ?”

“Aku juga tidak tahu Lora ! itu benar-benar tidak bisa dibuka, padahal kuncinya ada didalam.”

Aku ingin menenangkan Diego, namun fikiran ini sudah kehabisan kata-kata. Waktu di jam meja ku menunjukan pukul sebelas. Masih satu jam lagi sampai waktu bermain habis.

“Oke, tenanglah aku akan menyelesaikan permainan ini, dengan begitu kita akan menjalani kencan kita dan menghentikan semua kegilaan ini.”

***

Dari layar monitor aku disini hanya bisa mendekap kedua lututku sambil berharap lelaki itu akan berhasil menyelesaikan game ini. Hanya tinggal satu kesempatan tersisa, Diego kehilangan satu kesempatan di stage ini. Ia mengeluhkan sangat sulit membuat anagram terakhir. Dan jika ini gagal maka gameover. Dengan keresahan yang tidak habis, aku menunggu. Diego memasukkan kata demi kata.

“Diego, tenanglah ini kesempatan terakhir, kau yakin jawabannya sudah benar ?”

“Entahlah, tapi aku akan buktikan kalau permainan ini hanya omong kosong !”

Sebelum aku sempat berbicara lagi, lelaki itu langsung menekan tombol enter. Dentingan mengerikan piano terdengar dengan keras, bersamaan dengan layar monitor yang kemudian berubah hitam. Muncul tulisan besar berwarna merah yang memenuhi layar—gameover. Mata kami saling bertautan. Beberapa saat hening, mata lelaki itu bergerak ke monitor lalu menatapku lagi. Diego tersenyum puas.

“Lihat ? apa yang aku bilang Lora, game ini hanya omong kosong.”

Belum sempat Diego melanjutkan, sedetik kemudian layar monitor menjadi terang, Diego mengalihkan pandangannya ke monitor. Ia terperanjat ke belakang begitu melihat apa yang ada disana.

“Diego ! ada apa ?”

Ia menatapku kosong, terlihat raut wajahnya kebingungan. Ia kemudian menggerakan layar monitor menghadap webcam yang ada disamping sehingga aku dapat melihat monitor itu lagi. Jantungku seperti hampir melompat dari tempatnya, hal yang kulihat saat itu benar-benar membuatku berigidik ketakutan. Di layar monitor, sekarang menampilkan kembali video live dan kali ini rekaman itu bergerak memasuki rumah Diego. Melintasi ruang tengah yang gelap, tak berhenti. Sekarang masih berjalan, menuju kamar tempat Diego berada.

“Diego cepat keluar !” teriakku berusaha menyadarkan Diego yang sekarang terlihat hanya bisa terpaku menatap layar monitor, seperti tidak mendengarkan kata-kataku.

Lalu video itu menampilkan pintu kamar diego yang tiba-tiba saja terbuka. Benar saja dari sini aku dapat mendengar bunyi berderak engsel pintu kamar Diego terbuka perlahan. Yang kulihat setelah itu membuat mataku terbelalak tak percaya. Rekaman itu sekarang menampilkan Diego yang sedang duduk terdiam menatap ke layar monitor. Aku menutup mulut dengan sebelah tanganku, ini sangat mustahil. Aku kemudian berteriak sekuat tenaga.

“Diego lari ! cepat lari !”

Bibir Diego bergetar seakan ingin mengatakan sesuatu, namun tubuhnya hanya gemetaran. Seakan ia lumpuh, dan tidak bisa beranjak dari posisinya. Sesaat itu hening kembali membungkus suasana kegelapan dikamar Diego. Aku mencoba mengatur nafasku, sampai aku melihat dua pasang tangan yang keluar dari kegelapan di belakang kepala lelaki itu. Tangan lusuh dengan kuku yang panjang itu bergerak menyusuri mata Diego. Hal yang paling mengerikan bagiku karena melihat apa yang terjadi setelahnya. Tangan itu tanpa ampun mencengkram keras mata Diego hingga darah bertumpahan dari kelopak matanya. Hal itu terjadi dengan cepat, tangan penuh darah itu benar-benar mencungkil kedua mata Diego hingga menyisakan lubang kosong kemerahan disana.

Aku berteriak histeris, kemudian dengan cepat kututup jendela percakapan dengan Diego. Butiran air mata deras menerjuni pipiku. Diego telah meninggal. Aku beringsut berlari ke tempat tidur, menenggelamkan wajahku disana. Seluruh tubuhku gemetaran, apa yang kulihat tadi...aku tidak percaya itu benar-benar terjadi.

Aku masih meratap di tempat tidur hingga mendadak seluruh lampu di rumahku padam. Aku terkaget, dan gemetaran bangun. Hawa dingin yang terasa menekan rasanya hadir diantara kegelapan yang kini mendekapku. Aku berlari menyalakan lampu, namun tidak ada yang terjadi. Dengan keringat dingin yang mulai menetes, aku pun berusaha lari menuju pintu depan. Sial pintunya tidak bisa dibuka batinku. Sekuat tenaga aku berusaha mendorong dan mendobrak dengan bahu. Tapi sia-sia, pintu ini tidak mau terbuka. Seakan ada sesuatu yang menahan benda ini meski kuncinya sudah ku buka.

Dari jendela, kulihat lampu dihalaman depan yang berkelip berusaha untuk menyala. Sesosok siluet wanita bergaun hitam panjang, diterangi sesekali dari cahaya lampu yang berkelip. Rambut yang kotor, bergelombang menutupi matanya. Aku seakan tak bisa bergerak. Mataku seakan dipaksa untuk melihat sosok itu, yang ternyata membawa sebuah kepala anak kecil dengan kedua tangannya. Kepala tanpa mata. Tiba-tiba menyeringai ke arahku.

Tepat ketika lampu dihalaman bisa menyala kembali, sosok itu pun menghilang. Namun nafasku seakan tertahan, dan baru dapat ku hembuskan perlahan sekarang. Samar-samar setelah itu, aku dapat mendengar suara piano nada tinggi yang melengking, merambat dari arah kamarku. Dengan langkah gemetar, aku coba berjalan ke sumber suara.

Aku tidak bisa berhenti menangis, ketika melihat layar monitor bernuansa hitam, dengan serangkaian kata merah besar terpampang jelas bertuliskan stage 1 tiba-tiba saja muncul. Dengan jam kematian yang menyisakan waktu tinggal sepuluh menit. Etntah kenapa permainan ini muncul begitu saja. Aku menggenggam kepala, mencengkram rambut dengan kedua tanganku. Hal yang mustahil menyelesaikan permainan ini dalam waktu sepuluh menit.

“Karena itu aku memutuskan untuk membuat sebuah rekaman video ini. Untuk mengingatkan semua orang. Agar tidak adalagi korban, dan agar semua tahu kalau game ini nyata, semuanya nyata.”

“Jika kau fikir ini hanya pesan untuk membohongi, tolong kecualikan videoku ini. Berhentilah sebelum terlambat. Ingatlah perkataanku, sesuatu dilarang karena ada sebabnya. Mitos ada untuk memperingatkan kita, kalau hal yang diluar logika itu memang ada.”

***
Lelaki berambut pirang itu menatap layar sambil menggeleng tak percaya,

“Video hanya sampai sini saja karena tiba-tiba rekaman itu rusak. Menyisakan beribu pertanyaan dikepala setiap orang. Apa yang terjadi dengan perempuan bernama Lora itu ? tak ada yang tahu.”

Ia kemudian melepas headset putih bermotif tengkorak yang melingkari kepalanya. Kumis tipisnya semakin jelas terlihat ketika ia menghadapkan wajahnya kini ke arah kamera, “Namun kabar mengejutkan terdengar beberapa saat yang lalu ketika media spanyol mengabarkan kematian aneh yang menimpa seseorang wanita muda di Kota Toledo. Diperkirakan mayatnya sudah disana beberapa hari, tak ada yang tahu siapa yang bertanggung jawab atas kematian wanita itu. Menurut kabar yang beredar, wanita itu tewas dibunuh dengan luka mengenaskan.”

Dengan suara yang dibuat dramatisir, lelaki itu melanjutkan, “Ia kehilangan kedua matanya... apa kebetulan ? tapi menurutku video seperti ini hanya untuk mencari sensasi saja.”

“Kalau begitu untuk menjawab pertanyaan kalian semua, staytune di channel Pablo’s game, karena minggu depan aku akan membuktikan semuanya dengan memainkan game yang mengerikan di situs eldiablo yang melegenda ini, jangan lupa untuk subscribe, Oke ? cukup untuk sekarang dan sampai jumpa lagi di video ku selanjutnya. Adios.

0 komentar:

Posting Komentar

Brothapos boleh komen, ngasih saran, atau masukan sangat diperbolehkan. Tapi tolong perhatian agar tidak mengandung unsur yang melanggar peraturan negara, sara, dan kata-kata kasar atau porno ya, terimakasih.