Sesuatu
dilarang karena ada sebabnya. Maka berhentilah bersikap penasaran karena
akhirnya aku janjikan, hal itu dapat mendatangkan sesuatu yang buruk. Pesan ini
akan ku teruskan, agar semua orang mengerti kenapa. Dulu aku memang orang yang
tidak terlalu percaya dengan yang namanya mitos, legenda, cerita rakyat dan
semacamnya. Bagiku hal seperti itu tidak logis, dan memang hanya karangan orang
gila yang ingin menanamkan suatu yang tidak penting ke otak kita. Tapi semua
itu berubah ketika aku melihat sendiri. Sesuatu yang tidak kupercaya. Itu
nyata.
Desember
hampir menemui ajalnya. Namun musim dingin belum mau lepas meninggalkan Kota
Toledo tempat ku tinggal. Jelang liburan malam itu, tengah ku habiskan dengan
bercakap dengan pacarku Diego. Tidak secara langsung, karena kami terpaut
jarak. Ya Diego tinggal di kota ibu kota, Madrid. Untuk menghemat waktu dan
uang, jadi kami sering melakukan percakapan melalui webcam. Sabtu malam itu aku
sibuk memakai bedak terbaik, merapikan rambut dan memakai pakaian yang ku rasa
terlihat sempurna. Setelah siap aku pergi ke depan layar komputer, menyalakan
webcam untuk berjumpa dengannya.
Sesosok
wajah pria berhidung bangir muncul di layar. Rambut pirangnya yang keriting,
keluar sedikit dari topi hip-hop
merah yang dipakainya. tak butuh waktu lama sampai ia mulai tersenyum dan menggodaku.
Diego
adalah seorang yang aktif di youtube tepatnya fokus dalam dunia game. Hampir
setiap minggu ia meng-upload video.
Dan kemarin ia memberitahuku kalau hari ini akan membuat video lain. Memang
bukan kencan seperti ini yang aku harapkan. Tapi lelaki itu bilang akan menarik
jika nanti di videonya dia memamerkan aku sebagai pacarnya. Dia
mengistilahkannya akan jadi sesuatu yang increible—dalam
bahasa spanyol yang berarti luar biasa. Sebenarnya aku sudah bilang pada Diego
kalau aku tak ingin terlibat dengan pekerjaan video yang dia buat, tapi kali
ini ia dengan gombalan-nya berhasil
membuatku melakukan ini. Meski alasannya klise—sebagai kado natal untuknya.
“Jadi
video apa yang ingin kau buat ? lebih baik kita cepat selesaikan.”
“Tepat
! Lora kau pasti tidak sabar untuk berkencan denganku bukan ? oke, aku akan
membuat video tentang game ini,” Diego kemudian memutar sedikit monitor ke arah
kamera, menunjukkannya padaku. Tampilan halaman web berlatar serba hitam, dan
tulisan eldiablo.es berwarna merah
terpampang besar dibagian tengah.
“Game
horor berbasis web page, yang sedang ramai dibicarakan, oh dengarlah ini Lora
suara backsound-nya,” Diego mendekatkan mic ke speaker disamping monitor. Aku
dapat mendengar lantunan nada tinggi piano yang cepat dan melengking. Cukup
menyalurkan kengerian dari sana.
“Percaya
atau tidak, menurut cerita yang kudengar, orang yang kalah dalam permainan
ini...” Diego mendekatkan wajahnya ke depan webcam lalu melanjutkan kata-katanya
dengan suara yang dibuat serak dan berat agar terdengar seram, “akan mati....”
Aku
menertawainya, tentu saja tak percaya dengan omong kosong itu, “Lagi-lagi orang
percaya dengan mitos bodoh, mana ada game yang bisa membunuh pemainnya.”
“Aku
juga tidak percaya, lagi pula aku melakukan ini hanya supaya subscribers ku
semakin banyak,” jelas Diego yang sekarang sibuk menggerak-gerakan mouse, “tapi
anehnya menurut rumor yang ku dengar, eldiablo hanya bisa diakses dari negara
ini, lebih misterius lagi dia hanya bisa terbuka setelah pukul sepuluh hinggal
dua belas malam.”
“Hey-hey
Lora lihat, ternyata ada beberapa aturan disini.”
“Pemain
harus bermain sendiri, pastikan tempat dalam keadaan gelap, hidupkan webcam
anda—”
Aku
mendengus ke arah lelaki itu, “Pasti aturan itu hanya untuk menakut-nakuti
saja.”
Diego
tidak menghiraukanku, ia melanjutkan membaca peraturan selanjutnya, “Pemain
yang meninggalkan ruangan akan dinyatakan kalah, dan...hey aturan terakhir ini
malah lebih aneh Lora.”
Aku
menatap tampilan di layar monitor Diego perlahan bergerak turun, menampilkan
tulisan yang membuat mataku membulat heran.
“Goreskan
bukti darah ke layar monitor ? apa maksudnya mungkin masukkan golongan darah mu
?”
“Tidak
mungkin Lora, disini jelas perintahnya untuk menggoreskan darah, sebentar biar
ku coba.”
“Kau
benar-benar gila jika menuruti peraturan yang sudah jelas membodohi ini.”
Namun
Diego menghilang dari layar, sepertinya ia pergi mengambil sesuatu. Aku
sebenarnya tidak percaya dengan permainan ini, buang-buang waktu saja. Tak lama
Diego datang muncul kembali. Lalu menunjukkan ujung jempolnya yang mengeluarkan
sepercik darah.
“Baik,
kita lihat apa ini berhasil,” lelaki itu
kemudian menggiring jempolnya ke layar monitor dan menempelkan sejenak. Noda
darah mengotori layar. Aku menatap monitor itu, tak ada yang berubah. Tentu
saja Diego terlalu bodoh karena mengaggap serius hal seperti ini.
“Lihat,
ini semua hanya omong kosong Diego,” teriakku kesal.
“Ah
mungkin karena aku belum mematikan lampunya,” ia kemudian berdiri kembali. Tak
lama gambar dilayar monitorku menjadi gelap, sampai Diego menghidupkan
nightmode yang ada di kameranya. Wajah Diego jadi terlihat putih, matanya
berkilat seperti mata kucing. Begitu lelaki bertopi itu duduk, ia terperanjat
sekejap. Mulutnya terbuka beberapa saat, bahkan sepertinya ia tidak
menghiraukan panggilanku. Diego menggeleng cepat, lalu bergerak menunjukkan
sesuatu dilayar monitornya.
Aku
pun ikut tersentak begitu melihat layar monitor Diego, noda darah yang tadi
menempel disana telah lenyap. Dan itu benar-benar lenyap, tanpa sisa
sedikitpun. Dengan kesal ku coba berteriak pada lelaki itu.
“Pasti
itu kau kan yang melakukannya ? kau ingin menakut-nakuti aku ya Migo ?”
“Aku
bersumpah tidak melakukannya, bagaimana mungkin aku melakukan hal itu disaat
yang bersamaan aku juga mematikan lampu yang berjarak lima kaki dari tempat ku
duduk Lora ?”
Aku
baru akan membuka mulut, namun dia langsung memotong dengan nada suara tak
sabar.
“Lora
lihat,” layar monitor ku pun bergerak mengikuti apa yang ingin pacarku
tunjukkan.
Layar
monitor menunjukkan tulisan stage 1,
tanda permainan telah dimulai. Tapi hal yang membuat jantungku berdebar lebih
cepat adalah tulisan yang berada di pojok kanan atas layar yang bertuliskan
nama pemain. Tertulis Diego Da Santos, nama asli pacarku. Bagaimana mungkin
disana bisa langsung tertulis nama asli Diego padahal sejak awal tadi aku tidak
melihat Diego mengisi form nama atau membuat akun dan semacamnya. Jadi
seharusnya mustahil nama Diego bisa muncul secara tiba-tiba disana, ini bukan
kebetulan. Aku memandangi sudut layar lain, di ujung kiri sebuah tengkorak yang
menganga yang mengerikan muncul. Dibagian dalam mulutnya terlihat waktu
countdown bertuliskan dead clock—jam kematian yang semakin berkurang. Dan
sepertinya hitung mundur akan habis tepat pukul dua belas nanti. Diego masih
memiliki banyak waktu. jam itu akan habis tepat pukul dua belas malam.
Diego
berteriak semangat, sambil mengangguk-anggukan kepalanya, “Baiklah Lora, kita
mulai permainan ini.”
“Hentikan
Migo, perasaanku tidak enak,”
“Oh
ayolah Lora, kau sendiri yang bilang bukan kalau ini hanya permainan bodoh ?
lagipula jika aku tidak menyelesaiakan permainan ini sampai waktu berakhir maka
harusnya aku akan mati.”
“Mungkin
ada kesempatan kalau kau berhenti sekarang.”
Diego
mengangkat telunjuk ke depan bibirnya sambil berdesis pelan, “Tenanglah Lora,
aku akan baik-baik saja.”
Antara
perasaaan khawatir dan takut, saat itu aku hanya bisa menganggukkan kepala
sekali. Lalu mulai menatap wajah Diego yang sudah sibuk berkutat dengan layar
monitor di hadapannya. Kami tidak banyak bicara setelah itu, aku berusaha ingin
membantu tapi Diego melarang karena pada peraturannya, pemain hanya satu orang.
Artinya tidak boleh ada bantuan, apapun bentuknya. Lelaki bertopi itu, sesekali
menutup mulutnya, menarik nafas dalam-dalam lalu kembali bergerak mengetikkan
sesuatu.
Dari
layar monitor aku bisa tahu kalau game ini sesederhana menyusun kata. Seperti
menyusun anagram, kau harus bisa menyusun beberapa kata lain dari sebuah kata
yang ditentukan. Tampilan monitor hanya memperlihatkan tokoh game yang pixelate
sehingga tidak terlalu jelas. Yang dapat ku lihat adalah berupa seorang wanita,
dengan pakaian gaun hitam panjang yang membawa sebuah benda berbentuk
bulat—yang entah apa itu bola atau apa—dengan kedua tangannya. Tugas pemain
adalah mengantar wanita itu ke sebuah rumah, dengan cara membuat anagram dari
kata yang ditentukan. Semakin pemain
berhasil menemukan kata-kata yang dimaksud maka wanita itu akan bergerak
semakin dekat ke rumah. Hanya sesimpel itu.
Sampai
dibeberapa stage kemudian Diego mengeluh kalau dirumahnya ada hal yang tidak
beres. Kadang-kadang beberapa benda terjatuh, dan kini ia berbisik kalau
seperti ada seseorang yang tengah memperhatikannya. Tapi sejauh ini ia nampak
percaya diri dalam menyelesaikan permainan. Semua baik-baik saja, hingga ketika
Diego kehilangan nyawa ketiganya. Tiba-tiba dilayar komputer Diego muncul
sebuah rekaman video live. Mataku membelalak, jantungku berdebar semakin cepat
saat menyadari video itu merekam halaman depan rumah Diego.
“Sial
bagaimana bisa dia mengetahui rumahku !” teriak Diego panik.
Ia
hampir meninggalkan tempat duduk, aku ingat dalam peraturan kalau tidak
diizinkan keluar dari ruangan. Cepat-cepat aku teriak mengingatkan Diego, namun
terlambat. Lelaki itu telah terlanjur pergi keluar. Seperti ada hawa dingin
yang menghampiri kepalaku, dengan gelisah aku berusaha tenang. Menatap layar
yang menampilkan kursi kosong.
Tak
lama Diego kembali. Wajahnya sepucat purnama, beberapa saat ia berjalan
mondar-mandir sambil memegangi kepala. Aku menghembuskan nafas lega, setidaknya
ia kembali tak kurang apapun.
“Bagaimana?
Apa kau menemukan yang merekam video itu ?” tanyaku yang dalam hati ingin
mendengar jawaban kalau semua ini hanya lelucon. Tapi Diego tidak nampak sedang
bercanda.
“Tidak
ada siapapun,” ujarnya dengan nada resah, “tapi pintu rumahku terkunci.”
“Terkunci
? bagaimana bisa ?”
“Aku
juga tidak tahu Lora ! itu benar-benar tidak bisa dibuka, padahal kuncinya ada
didalam.”
Aku
ingin menenangkan Diego, namun fikiran ini sudah kehabisan kata-kata. Waktu di
jam meja ku menunjukan pukul sebelas. Masih satu jam lagi sampai waktu bermain
habis.
“Oke,
tenanglah aku akan menyelesaikan permainan ini, dengan begitu kita akan
menjalani kencan kita dan menghentikan semua kegilaan ini.”
***
Dari
layar monitor aku disini hanya bisa mendekap kedua lututku sambil berharap
lelaki itu akan berhasil menyelesaikan game ini. Hanya tinggal satu kesempatan
tersisa, Diego kehilangan satu kesempatan di stage ini. Ia mengeluhkan sangat
sulit membuat anagram terakhir. Dan jika ini gagal maka gameover. Dengan
keresahan yang tidak habis, aku menunggu. Diego memasukkan kata demi kata.
“Diego,
tenanglah ini kesempatan terakhir, kau yakin jawabannya sudah benar ?”
“Entahlah,
tapi aku akan buktikan kalau permainan ini hanya omong kosong !”
Sebelum
aku sempat berbicara lagi, lelaki itu langsung menekan tombol enter. Dentingan
mengerikan piano terdengar dengan keras, bersamaan dengan layar monitor yang
kemudian berubah hitam. Muncul tulisan besar berwarna merah yang memenuhi
layar—gameover. Mata kami saling bertautan. Beberapa saat hening, mata lelaki
itu bergerak ke monitor lalu menatapku lagi. Diego tersenyum puas.
“Lihat
? apa yang aku bilang Lora, game ini hanya omong kosong.”
Belum
sempat Diego melanjutkan, sedetik kemudian layar monitor menjadi terang, Diego
mengalihkan pandangannya ke monitor. Ia terperanjat ke belakang begitu melihat
apa yang ada disana.
“Diego
! ada apa ?”
Ia
menatapku kosong, terlihat raut wajahnya kebingungan. Ia kemudian menggerakan
layar monitor menghadap webcam yang ada disamping sehingga aku dapat melihat
monitor itu lagi. Jantungku seperti hampir melompat dari tempatnya, hal yang
kulihat saat itu benar-benar membuatku berigidik ketakutan. Di layar monitor,
sekarang menampilkan kembali video live dan kali ini rekaman itu bergerak
memasuki rumah Diego. Melintasi ruang tengah yang gelap, tak berhenti. Sekarang
masih berjalan, menuju kamar tempat Diego berada.
“Diego
cepat keluar !” teriakku berusaha menyadarkan Diego yang sekarang terlihat
hanya bisa terpaku menatap layar monitor, seperti tidak mendengarkan
kata-kataku.
Lalu
video itu menampilkan pintu kamar diego yang tiba-tiba saja terbuka. Benar saja
dari sini aku dapat mendengar bunyi berderak engsel pintu kamar Diego terbuka
perlahan. Yang kulihat setelah itu membuat mataku terbelalak tak percaya.
Rekaman itu sekarang menampilkan Diego yang sedang duduk terdiam menatap ke
layar monitor. Aku menutup mulut dengan sebelah tanganku, ini sangat mustahil.
Aku kemudian berteriak sekuat tenaga.
“Diego
lari ! cepat lari !”
Bibir
Diego bergetar seakan ingin mengatakan sesuatu, namun tubuhnya hanya gemetaran.
Seakan ia lumpuh, dan tidak bisa beranjak dari posisinya. Sesaat itu hening
kembali membungkus suasana kegelapan dikamar Diego. Aku mencoba mengatur
nafasku, sampai aku melihat dua pasang tangan yang keluar dari kegelapan di
belakang kepala lelaki itu. Tangan lusuh dengan kuku yang panjang itu bergerak
menyusuri mata Diego. Hal yang paling mengerikan bagiku karena melihat apa yang
terjadi setelahnya. Tangan itu tanpa ampun mencengkram keras mata Diego hingga
darah bertumpahan dari kelopak matanya. Hal itu terjadi dengan cepat, tangan
penuh darah itu benar-benar mencungkil kedua mata Diego hingga menyisakan
lubang kosong kemerahan disana.
Aku
berteriak histeris, kemudian dengan cepat kututup jendela percakapan dengan
Diego. Butiran air mata deras menerjuni pipiku. Diego telah meninggal. Aku
beringsut berlari ke tempat tidur, menenggelamkan wajahku disana. Seluruh
tubuhku gemetaran, apa yang kulihat tadi...aku tidak percaya itu benar-benar
terjadi.
Aku
masih meratap di tempat tidur hingga mendadak seluruh lampu di rumahku padam.
Aku terkaget, dan gemetaran bangun. Hawa dingin yang terasa menekan rasanya
hadir diantara kegelapan yang kini mendekapku. Aku berlari menyalakan lampu,
namun tidak ada yang terjadi. Dengan keringat dingin yang mulai menetes, aku
pun berusaha lari menuju pintu depan. Sial pintunya tidak bisa dibuka batinku.
Sekuat tenaga aku berusaha mendorong dan mendobrak dengan bahu. Tapi sia-sia,
pintu ini tidak mau terbuka. Seakan ada sesuatu yang menahan benda ini meski
kuncinya sudah ku buka.
Dari
jendela, kulihat lampu dihalaman depan yang berkelip berusaha untuk menyala.
Sesosok siluet wanita bergaun hitam panjang, diterangi sesekali dari cahaya
lampu yang berkelip. Rambut yang kotor, bergelombang menutupi matanya. Aku
seakan tak bisa bergerak. Mataku seakan dipaksa untuk melihat sosok itu, yang
ternyata membawa sebuah kepala anak kecil dengan kedua tangannya. Kepala tanpa
mata. Tiba-tiba menyeringai ke arahku.
Tepat
ketika lampu dihalaman bisa menyala kembali, sosok itu pun menghilang. Namun
nafasku seakan tertahan, dan baru dapat ku hembuskan perlahan sekarang.
Samar-samar setelah itu, aku dapat mendengar suara piano nada tinggi yang
melengking, merambat dari arah kamarku. Dengan langkah gemetar, aku coba
berjalan ke sumber suara.
Aku
tidak bisa berhenti menangis, ketika melihat layar monitor bernuansa hitam,
dengan serangkaian kata merah besar terpampang jelas bertuliskan stage 1 tiba-tiba saja muncul. Dengan
jam kematian yang menyisakan waktu tinggal sepuluh menit. Etntah kenapa
permainan ini muncul begitu saja. Aku menggenggam kepala, mencengkram rambut
dengan kedua tanganku. Hal yang mustahil menyelesaikan permainan ini dalam
waktu sepuluh menit.
“Karena
itu aku memutuskan untuk membuat sebuah rekaman video ini. Untuk mengingatkan
semua orang. Agar tidak adalagi korban, dan agar semua tahu kalau game ini
nyata, semuanya nyata.”
“Jika
kau fikir ini hanya pesan untuk membohongi, tolong kecualikan videoku ini.
Berhentilah sebelum terlambat. Ingatlah perkataanku, sesuatu dilarang karena
ada sebabnya. Mitos ada untuk memperingatkan kita, kalau hal yang diluar logika
itu memang ada.”
***
Lelaki
berambut pirang itu menatap layar sambil menggeleng tak percaya,
“Video
hanya sampai sini saja karena tiba-tiba rekaman itu rusak. Menyisakan beribu
pertanyaan dikepala setiap orang. Apa yang terjadi dengan perempuan bernama
Lora itu ? tak ada yang tahu.”
Ia
kemudian melepas headset putih bermotif tengkorak yang melingkari kepalanya. Kumis
tipisnya semakin jelas terlihat ketika ia menghadapkan wajahnya kini ke arah
kamera, “Namun kabar mengejutkan terdengar beberapa saat yang lalu ketika media
spanyol mengabarkan kematian aneh yang menimpa seseorang wanita muda di Kota
Toledo. Diperkirakan mayatnya sudah disana beberapa hari, tak ada yang tahu
siapa yang bertanggung jawab atas kematian wanita itu. Menurut kabar yang
beredar, wanita itu tewas dibunuh dengan luka mengenaskan.”
Dengan
suara yang dibuat dramatisir, lelaki itu melanjutkan, “Ia kehilangan kedua
matanya... apa kebetulan ? tapi menurutku video seperti ini hanya untuk mencari
sensasi saja.”
“Kalau
begitu untuk menjawab pertanyaan kalian semua, staytune di channel Pablo’s
game, karena minggu depan aku akan membuktikan semuanya dengan memainkan game
yang mengerikan di situs eldiablo yang melegenda ini, jangan lupa untuk
subscribe, Oke ? cukup untuk sekarang dan sampai jumpa lagi di video ku
selanjutnya. Adios.”
0 komentar:
Posting Komentar
Brothapos boleh komen, ngasih saran, atau masukan sangat diperbolehkan. Tapi tolong perhatian agar tidak mengandung unsur yang melanggar peraturan negara, sara, dan kata-kata kasar atau porno ya, terimakasih.